Jakarta – Ketua Umum Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI), Burhanudin, melontarkan kritik keras terhadap Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta Dinas Lingkungan Hidup (LH) Provinsi Kalimantan Barat yang dinilai lamban dan abai dalam menghadapi maraknya praktik pertambangan emas tanpa izin (PETI) di wilayah tersebut.
Pernyataan keras ini disampaikan Burhanudin usai mendukung aksi Aliansi Mahasiswa Pemuda Pelindung Borneo yang menuntut penangkapan seorang cukong berinisial AS, yang diduga sebagai otak di balik jaringan PETI terorganisir di Kalbar.
"Dinas ESDM dan LH seharusnya menjadi garda terdepan memberantas PETI. Tapi justru mereka diam seolah tak terjadi apa-apa. Ini bentuk pembiaran yang keterlaluan dan tak bisa dimaafkan," tegas Burhanudin, Jumat (27/6).
Burhanudin menuding kelambanan dua dinas teknis itu sebagai salah satu penyebab utama suburnya aktivitas tambang ilegal di Kalbar. Ia menyebut, keberadaan Satgas Penertiban PETI yang dibentuk hanya menjadi formalitas tanpa tindakan nyata.
"Mereka punya satgas, punya kewenangan, tapi tidak dipakai. Kalau mereka kerja serius, PETI tak akan merajalela seperti sekarang. Ini jelas bentuk kelalaian yang merugikan negara dan rakyat," ujarnya.
Aksi unjuk rasa yang digelar Aliansi Mahasiswa Pemuda Pelindung Borneo dalam rangka peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia turut menyuarakan tuntutan agar Kepolisian Daerah Kalbar segera membongkar jaringan mafia tambang dan menyeret AS ke hadapan hukum. Dalam orasinya, massa aksi menilai PETI di Kalbar bukan lagi persoalan tambang kecil-kecilan, melainkan telah berubah menjadi sindikasi bisnis gelap dengan jaringan pemodal besar dan perlindungan dari oknum-oknum berpengaruh.
"AS itu bukan cuma pelaku, dia adalah dalang. Dia menggerakkan seluruh jaringan PETI di Kalbar. Negara dirampok triliunan rupiah, ekosistem rusak parah, dan masyarakat kecil dikorbankan. Tapi dia masih bebas. Ini penghinaan terhadap hukum," kata koordinator lapangan aksi.
Aliansi memaparkan data mencengangkan: aktivitas PETI telah menyebabkan pencemaran berat Sungai Kapuas akibat penggunaan merkuri, kerusakan hutan secara masif, hingga hilangnya habitat satwa langka Kalimantan. Ironisnya, warga lokal yang hanya berperan kecil dalam rantai PETI justru banyak dikriminalisasi, sementara aktor utama tetap aman dari jerat hukum.
"PETI di Kalbar telah menjelma menjadi industri shadow economy. Ada sistem bagi hasil yang melibatkan oknum aparat hingga pejabat daerah. Ini bukan kejahatan biasa, ini kejahatan terorganisir," beber salah seorang demonstran.
Ketua LAKI, Burhanudin, menyebut bahwa situasi ini merupakan indikator kegagalan negara dalam melindungi lingkungan dan menegakkan keadilan. Ia menegaskan, LAKI akan terus mengawal kasus ini dan siap mengajukan laporan resmi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bila ada indikasi kuat keterlibatan birokrat atau aparat negara.
"Kalau institusi daerah tak mampu bertindak, biar penegak hukum pusat turun tangan. Kalbar butuh bersih dari mafia tambang. Ini menyangkut masa depan Borneo," pungkasnya.
Aksi ini menjadi sorotan publik dan ujian nyata bagi komitmen penegakan hukum dan transparansi pemerintahan di Kalimantan Barat. Masyarakat diajak untuk tetap kritis dan berani bersuara dalam menghadapi kejahatan lingkungan yang terstruktur dan sistematis.
—
Redaksi Infolaki
Kirim info dan pengaduan: redaksi.infolaki@gmail.com
Publisher.(Tim/Red)
Social Footer