Sanggau, Kalimantan Barat – Proyek rekonstruksi Jalan TBS di Kota Sanggau, Kalimantan Barat, yang menelan anggaran sebesar Rp18.448.658.000 dari APBN 2024, diduga kuat dikerjakan secara asal-asalan.
Padahal, proyek ini merupakan tanggung jawab Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Direktorat Jenderal Bina Marga, Satker Pelaksana Jalan Nasional Wilayah II Kalbar, dan PPK 2.2 Kalbar.
Berdasarkan kontrak bernomor 07/PPKS/HK/02.6.2/2025 yang ditandatangani pada 6 Februari 2024, proyek tersebut direncanakan selesai dalam waktu 300 hari kalender. PT Tehnik Berjaya Selaras bertindak sebagai kontraktor pelaksana, dengan PT Peni Rekayasa Konsultan sebagai pihak supervisi.
Namun, investigasi tim media di lapangan pada Kamis (28/8/2025) mengungkap fakta mengejutkan. Kondisi jalan yang baru selesai dibangun itu kini sudah mengalami kerusakan cukup parah: permukaan bergelombang, tidak rata, dan berlubang di sejumlah titik. Hal ini dikhawatirkan dapat menyebabkan kecelakaan lalu lintas.
“Belum ada satu tahun, sekarang saja sudah bergelombang dan berlubang. Ini proyek abal-abal, Pak,” ungkap seorang warga yang sehari-hari melintasi jalan tersebut.
Keluhan serupa juga disampaikan warga lainnya yang menyoroti buruknya kualitas material sejak awal pengerjaan proyek. Tanah timbunan dan batu yang digunakan diduga berasal dari sumber tak berizin dan tidak sesuai standar spesifikasi teknis.
“Dari awal pengerjaan tahun 2024, material yang dipakai saja sudah meragukan. Sekarang akibatnya jelas, jalan cepat rusak,” ujar warga.
Menanggapi kondisi tersebut, masyarakat mendesak aparat penegak hukum untuk turun tangan. Mereka meminta agar proyek ini segera diaudit oleh Inspektorat, BPK RI, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalbar, hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Publik menduga ada penyimpangan dalam penggunaan anggaran serta kemungkinan tindak pidana korupsi yang terjadi dalam pelaksanaan proyek ini. Lemahnya pengawasan dari pihak terkait dinilai membuka peluang bagi kontraktor untuk mengerjakan proyek tanpa mengindahkan standar teknis.
Jika dibiarkan, proyek yang seharusnya meningkatkan konektivitas dan keselamatan justru akan merugikan keuangan negara serta membahayakan keselamatan masyarakat.(Tim)
Social Footer