Tak hanya itu, MS diduga melakukan perbuatan asusila di lingkungan kantor desa, yang dinilai melanggar norma agama, kesusilaan, dan kesopanan. Peristiwa ini menggerus kepercayaan publik terhadap pemerintah desa, serta merusak tatanan sosial di masyarakat.
Namun, sejak itu, proses pemberhentian MS seolah jalan di tempat. Warga merasa diombang-ambingkan. Dari Dinas Sosial/Pemdes ke Inspektorat, lalu ke Bupati, dan kembali berputar tanpa kejelasan.
"Kami merasa dipermainkan. Sudah setahun lebih kami tunggu keputusan tegas, tapi semuanya saling lempar tanggung jawab. Kesabaran kami ada batasnya," tegas Kusnadi, perwakilan warga, kepada awak media.
Tak hanya menggembok kantor desa, warga juga menempelkan spanduk bertuliskan "Copot Kades yang Berbuat Mesum" di pintu masuk dan menumpuk sampah di depan kantor sebagai bentuk protes keras.
Ironisnya, saat aksi berlangsung, tak satu pun perwakilan pemerintah daerah, baik dari Pemdes, Inspektorat, maupun sang Kades, hadir di lokasi. Hal ini memicu kecurigaan warga bahwa ada upaya melindungi perilaku bejat sang Kades.
Kusnadi mendesak Bupati Mempawah saat ini untuk menindaklanjuti keputusan Bupati sebelumnya dan segera mencopot MS dari jabatannya.
"Apa lagi yang ditunggu? Bukti sudah jelas, suara masyarakat sudah lantang. Jangan biarkan hukum dan etika kalah oleh kepentingan," tutupnya.
(Tim Liputan)
Social Footer