Kaltim PTPN IV Regional V unit Kebun Tabara yang terletak di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur dituding mengkriminalisasi beberapa orang warga yang mengaku sebagai pewaris atas sebidang tanah di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur. Hal tersebut dibantah oleh Manager Kebun Tabara Anwar Anshari. Menurutnya Perusahaan menjaga aset negara dan seluruhnya dilakukan sesuai regulasi.
Disebutkan Anwar dalam keterangan tertulisnya di Paser, Ahad (14/06), klaim bermula pada awal April lalu, saat sekelompok orang dibawah naungan lembaga swadaya masyarakat setempat, meminta penghentian aktivitas kebun dengan dalih lahan tersebut merupakan lahan yang mereka warisi turun temurun.
“Ada klaim. Mereka menyebutkan lahan yang di Lembok, di desa Pait, di desa Sawit Jaya dan didesa Pasir Mayang merupakan tanah leluhur. Sedangkan clear areal tersebut merupakan lahan yang sudah memiliki Hak Guna Usaha dan saat ini dalam proses pengurusan perpanjangan sertifikatnya,” kata Anwar.
Tidak hanya klaim dan meminta penghentian aktivitas, sekelompok orang tersebut juga melakukan okupasi atau aksi pendudukan dengan membangun pondok di areal HGU kebun.
“Hal inilah, sesuai penilaian Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur selaku Jaksa Pengacara Negara, merupakan perbuatan pidana yang belakangan ditindaklanjuti oleh aparat kepolisian melalui proses hukum,” tambahnya.
Lebih jauh, Anwar menegaskan seluruh langkah yang diambil merupakan bagian dari upaya menjaga aset negara agar tetap terlindungi dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Ia mengatakan bahwa PTPN IV Regional V saat ini masih memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP) yang sah, dan proses perpanjangan HGU seluas 7.167 hektare kini tengah memasuki tahapan Sidang Panitia B yang difasilitasi oleh Badan Pertanahan Nasional.
“Kami sangat terbuka terhadap aspirasi masyarakat. Bahkan jauh sebelum peristiwa penangkapan terjadi, sudah ada diskusi dan komunikasi dan sosialisasi yang dibangun, bahwa areal berstatus HGU dan proses perpanjangannya sedang berlangsung. Namun, dalam posisi kami sebagai pengelola aset negara, tentu kami memiliki kewajiban untuk menjaga juga memastikan operasional kebun tidak terganggu oleh tindakan yang tidak berdasar secara hukum,” ujar Anwar.
Ia juga mengungkapkan bahwa tindakan kelompok masyarakat yang mendirikan pondok dan melakukan pemortalan selama berhari-hari adalah aktivitas melawan hukum yang menimbulkan banyak kerugian.
Anwar juga menyayangkan munculnya narasi yang menyebut langkah hukum tersebut sebagai bentuk kriminalisasi terhadap masyarakat. Ia menyebut bahwa pelaporan ke kepolisian dilakukan setelah proses koordinasi intens dengan berbagai pihak, termasuk aparat desa, tokoh masyarakat, dan lembaga terkait lainnya.
“Jangan sampai tindakan hukum yang dilakukan dalam rangka menjaga kepatuhan dan keadilan justru dibingkai secara sempit sebagai kriminalisasi. Kami mendukung penyelesaian damai, tapi tentu dengan menghormati hukum dan regulasi yang berlaku di negara ini. Jika langkah hukum yang diambil dianggap tidak tepat, maka apakah perbuatan melawan hukum pantas didiamkan saja? Jika tidak mengedepankan hukum, keadilan mana yang kita harapkan?” tanyanya retoris.
Sebagaimana diketahui, penolakan sekolompok orang dibawah LSM Awa Kain Naket Bolum atas perpanjangan HGU kebun Tabara sudah berlangsung kurang lebih 8 bulan terakhir. Mereka sempat menyurati pihak BPN agar tidak menerbitkan perpanjangan HGU PTPN IV, namun permohonan itu ditolak oleh BPN Kalimantan Timur. Untuk proses hukum sendiri, hingga saat ini terhadap 3 terlapor dari peristiwa pendudukan lahan di Afdeling VI dan VII masih berlangsung di Polres Paser dalam proses gelar perkara.(Sabirin)
Social Footer