Mengutip laporan investigasi dari Detikposnews tanggal 19 Juni 2025, warga setempat menyebutkan bahwa Tramadol dan Heximer dijual secara bebas di lokasi tersebut. Obat-obatan itu bisa didapatkan dengan harga sekitar Rp35.000 untuk 5 butir dan Rp70.000 untuk 10 butir, tanpa memerlukan resep dari dokter.
"Sudah banyak yang tahu, tapi tidak ada yang berani bicara terbuka. Pembelinya rata-rata anak-anak muda," ujar salah satu warga yang meminta namanya dirahasiakan.
Kegiatan ini jelas melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009, yang menyatakan bahwa penjualan obat keras tanpa izin resmi dan tanpa resep dokter dapat dikenai sanksi pidana hingga 15 tahun penjara dan denda Rp1,5 miliar.
Meski laporan warga sudah tersebar luas, hingga kini belum ada tindakan resmi dari aparat penegak hukum (APH) seperti Polsek Leuwiliang, Polres Bogor, maupun Dinas Kesehatan setempat. Pihak berwenang pun belum memberikan konfirmasi atau pernyataan resmi terkait temuan ini.
Masyarakat meminta agar pihak terkait segera menindak tegas praktik ilegal tersebut, mengingat dampak negatifnya terhadap generasi muda di wilayah Leuwiliang yang semakin terpapar penyalahgunaan obat keras.
"Kalau dibiarkan terus, ini bisa jadi bom waktu. Harus ada razia dan penindakan, jangan cuma diam," tegas warga lainnya.
Kasus ini menambah daftar panjang persoalan penyalahgunaan obat-obatan di kalangan remaja, khususnya di wilayah-wilayah yang jauh dari pantauan langsung otoritas, Pemerintah daerah termasuk pemdes yang mencederai nama baik wilayahnya dan aparat penegak hukum (APH) diminta lebih responsif dalam menangani Kasus yang merusak nama baik sebagai penegak hukum yang hadir di tengah keresahan masyarakat.
(Red)
Social Footer