PONTIANAK – Kekecewaan mendalam dirasakan sejumlah warga Jalan Tebu, Kecamatan Pontianak Barat, setelah anak-anak mereka gagal diterima di sekolah menengah atas negeri favorit di wilayah Pontianak, seperti SMA Negeri 2, SMA Negeri 11, dan SMA Negeri 13.
Masalah ini bukan terjadi kali pertama. Setiap tahun, warga Jalan Tebu menghadapi kesulitan serupa dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), meski lokasi tempat tinggal mereka tidak jauh dari sekolah-sekolah tersebut.
Ketua Lembaga Kekerabatan Melayu (LKM) Kota pontianak Wahyudi, S.H., turut angkat bicara mengenai kondisi ini. Ia menilai ada kejanggalan dalam sistem zonasi yang diberlakukan oleh Dinas Pendidikan Provinsi Kalbar.
"Mau masuk sekolah negeri saja susah. Ini bukan hanya soal jarak, tapi ada yang salah dalam sistemnya. Warga Jalan Tebu mengadu karena merasa dipinggirkan dalam zonasi, padahal secara jarak dan administrasi mereka masih dalam kota," tegas Wahyu kepada awak media,Kamis (26/6/2025).
Menurut Wahyu, sistem penerimaan berbasis zonasi seharusnya memberikan keadilan bagi siswa yang tinggal dekat sekolah. Namun faktanya, banyak anak dari wilayah Jalan Tebu justru terpental saat mendaftar ke SMA Negeri 2, pilihan utama, maupun alternatif seperti SMA Negeri 11 dan 13.
"Jangan sampai sistem ini jadi alat diskriminasi terselubung. Kita ingin anak-anak di Pontianak Barat punya hak yang sama dengan wilayah lain. Ini harus dievaluasi menyeluruh," tambahnya.
Ia mendesak Dinas Pendidikan Provinsi Kalbar agar membuka data zonasi secara transparan, termasuk kuota dan jarak tempuh yang dijadikan acuan sistem PPDB online.
Sejumlah warga bahkan mempertanyakan apakah benar seleksi dilakukan murni berdasarkan zonasi atau ada faktor lain yang menjadi pertimbangan tersembunyi.
"Kami hanya ingin anak kami bisa sekolah dengan layak, tanpa harus beli bangku atau pindah domisili dadakan," ujar seorang orang tua siswa yang enggan disebutkan namanya.
Mereka berharap pemerintah provinsi Kalimantan Barat khususnya Gubernur Kalbar H Ria Norsan dan pihak sekolah bisa segera memberi klarifikasi dan solusi konkret atas persoalan ini, agar PPDB tidak terus menjadi momok tahunan yang menyisakan luka sosial di tengah masyarakat.(Sabirin)
Social Footer